Ilustrasi |
Saat membeli rumah dengan angsura KPR melalui pengembang, kita sering dihadapkan dengan prosedur administratif, persyaratan hukum perjanjian dan sejumlah pembayaran yang harus dilakukan di muka sebelum fisik rumah betul-betul kita terima.
Bagi calon pembeli awam persyaratan ini sangat memberatkan, terutama bunyi pasal-pasal pada surat perjanjiannya dirasa terlalu rumit. Apalagi selain klausul pasal sukar dimengerti, tulisanya juga kecil-kecil. Bunyi pasal-pasal tersebut pada umumnya menggunakan bahasa yang tidak biasa dan hanya orang-orang tertentu saja yang mudeng. Banyak pasal karet, pasal jebakan yang cenderung berisi penggiringan dan pemaksaan konsumen, bahkan pasal yang isinya dilarang undang-undang.
Dapat kita contohkan kasus sengketa jual-beli rumah antara pengembang dengan pembeli yang prosesnya berakhir di tingkat kasasi Mahkamah Agung seperti di bawah ini.
Dapat kita contohkan kasus sengketa jual-beli rumah antara pengembang dengan pembeli yang prosesnya berakhir di tingkat kasasi Mahkamah Agung seperti di bawah ini.
Martinus Teddy Arus Bahterawan merasa dirugikan oleh PT. Solid Gold dan menggugat ke pengadilan atas perjanjian jual beli rumah di antara mereka. Oleh Mahkamah Agung (MA) gugatan ini dikabulkan. MA menganulir 'pasal jebakan' dalam perjanjian itu.
Berikut wawancara detikcom dengan Ketua Komisi Sosialisasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) David Tobing, Selasa (10/9/2013).
BPKN merupakan lembaga independen yang dibentuk oleh UU Perlindungan Konsumen dan bertugas men-support hak-hak konsumen dan dapat mengajukan rekomendasi ke pemerintah.
Bagaimana Anda menilai berbagai kasus perjanjian jual beli rumah?
Konsumen perumahan selama ini memang menjadi 'korban' pencantuman klausula baku mengingat pihak developer menggangap posisinya lebih dominan sebagai pelaku usaha dari pada konsumen. Pelaku usaha selalu menyalahgunakan posisinya dengan membuat klausula-klausula (pasal-pasal) yang tidak seimbang dan mencantumkan pengalihan tanggung jawab yang bertujuan membatasi tangungjawabnya. Bahkan menghilangkan tanggungjawabnya itu.
Jika dikaitkan dengan kasus Teddy-PT Solid Gold?
Dalam kasus ini developer memaksa konsumen untuk patuh pada isi perjanjian yang mencantumkan klausula baku. Bahwa dalam keadaan tertentu -- di mana keadaan tersebut terjadi bukan karena kesengajaan atau kelalaian konsumen -- developer diberi hak untuk menyatakan bahwa uang hangus atau kalau tidak konsumen harus menambah sejumlah uang.
Klausula seperti itu jelas melanggar pasal 18 UU Perlindungan Konsumen yang berisi larangan bagi pelaku usaha untuk mencantumkan klausula baku tertentu.
Bagaimana cara mencegah hal ini tidak terulang?
Seharusnya asosiasi pelaku usaha memberikan imbauan kepada anggotanya agar memperbarui perjanjian pemesanan maupun pengikatan penjualan unit rumah atau apartemen karena dari rumah sangat sederhana sampai unit apartemen mewah pun perjanjiannya tidak seimbang. Pasal-pasalnya di perjanjian tersebut banyak melanggar ketentuan UU Perlindungan Konsumen. Untuk hal ini dapat menghubungi call centre BPKN yaitu (021) 153
Siapa yang berperan dalam mengawasi kasus seperti ini dan bagaimana konsumen mengadu jika mengalami hal sejenis?
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) seharusnya menjadi pintu terdepan dalam hal masalah klausula baku karena salah satu tugas dan kewenangan dari BPSK adalah mengawasi klausula baku. Namun berdasarkan penelitian kami, kewenangan ini hampir tidak pernah digunakan karena salah satu hambatannya adalah tidak adanya petunjuk teknis pengawasan oleh Menteri Perdagangan.
Bagaimana Anda melihat putusan MA belakangan ini, terutama soal perlindungan konsumen di dalam jual beli rumah?
MA juga pernah memutuskan sengketa pemesanan rumah di mana uang muka yang telah dibayarkan dapat diambil kembali oleh konsumen karena Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak dikabulkan bank. Sementara dalam kasus tersebut developer menggangap uang muka hangus karena konsumen tidak melanjutkan jual beli diakibatkan penolakan KPR oleh bank.
Kasus itu menimpa Teddy saat membeli rumah di Perumahan Palm Residance Jambangan, Surabaya, dengan pengembang PT. Solid Gold pada tahun 2007. Namun pada tahun 2009, dia merasa terjebak dengan adanya pasal yang merugikan dirinya.
Klausul yang dimaksud yaitu '...maka seluruh uang yang telah dibayarkan menjadi hak milik PT. Solid Gold dan tidak dapat dituntut kembali'. Dalam SPJBR juga termuat kalimat '...seluruh uang yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak kesatu menjadi hangus dan tidak dapat dituntut kembali'.
Akibat klausul itu, jika Teddy membatalkan jual beli maka didenda Rp.84.700.936 dan apabila meneruskan maka didenda Rp.48.888.000 Teddy tidak terima dan menang di tingkat kasasi (Sumber: detikcom).
Dari berbagai pengalaman pahit dalam pembelian rumah yang mungkin pembaca alami, kedepan sebaiknya konsumen lebih teliti dan jangan segan berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli hukum sebelum menanda tangani surat perjanjian/kontrak pembelian. Rem sedikit nafsu membeli rumah, survei dan bandingkan dengan produk lain berkaitan dengan kualitas bangunan dan prosedur pembeliannya serta kewajaran harga.
Rumah adalah surga bagi keluarga yang baru mendapatkannya dan merupakan investasi bagi yang mempunyai beberapa buah.
By Kang Wirya