Bibiku hajat nyunatin anak pertamanya.
Pada acara
prasmanan, tamu dipersilahkan menikmati hidangan yang tersedia di meja. Karena
tamunya banyak terpaksa berdesak-desakan dan harus ngantri untuk mengambil hidangan.
Pas giliran
kakekku, datang rombongan tamu pejabat, makanya buru-buru mengambil nasi dan
sayur cabai gendot yang posisinya terdekat apalagi kelihatan segar dan menarik.
Tengah waktu makan, dari jauh kelihatan kakek menangis, air matanya mengalir di pipi kanan-kirinya, matanya merah, keringatnya kelihatan sebesar-besar biji kacang polong mulai dari jidat sampai cuping hidung, dan mulutnya nganga bagaikan ikan gurami kekurangan air. Tangan kanannya melambai ke arah saya sambil menunjuk-nunjukan jari ke lehernya.
Panik, takut
kakek kenapa-napa, saya langsung mendekat.
Tanpa
babibu lagi, pundaknya saya tarik ke pangkuan dan tengkuknya saya karate.
“Glook” dari mulutnya keluar nasi dan sayur lodeh yang barusan dimakan. Kakek
langsung terengah-engah mengambil nafas.
Setelah sedikit
reda, saya tanya:”kakek kenapa tadi matanya melotot seperti orang sekarat?”
Kakek,
sambil terengah-engah:”tobaatt…, makanan macam apa ini? pedasnya kagak ketahan,
saya tadi tersedak! Kalau nggak cepat-cepat ditolong mestinya sudah koit”.
Saya jawab
kalem:”kakek…, itu yang namanya cabai gendot khas Bandung, tampilannya memang menarik,
segar mengundang selera, tetapi pedasnya gak ada yang nyamain..! kalau belum
kenal jangan coba-coba…!”
Kakek (kelihatan
kesal):“dasar tak berperikemanusiaan, kalau tau ngomong…!, ini mulut kalian
pada ditaruh kemana kok ngga ada yang mencegah?”.
Orang
disekitar baru sadar ada tragedi, tertawa terbahak-bahak…
(Doc. by Kang Wirya)